Memaksimalkan Semangat Nasionalisme Santri
Memaksimalkan Semangat Nasionalisme Santri – Santri merupakan orang yang biasanya menuntut ilmu di dalam pesantren. Ia merupakan bagian kecil yang berjasa bagi bangsa Indonesia, baik dalam pendidikan, sosial, agama maupun perlawanan terhadap penjajah. Semangat santri atas keberadaannya pun telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Akan tetapi eksistensinya belum ada perhatian khusus dari pemerintah. Baru pada masa Presiden Joko Widodo, Pemerintah menetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober 2015.
Memaksimalkan Semangat Nasionalisme Santri – Dengan ada pengakuan yang nyata tersebut, para santri sudah sepantasnya harus muhasabah diri. Karena zaman selalu dinamis, maka kita sebagai santri di era kontemporer harus bergerak maju dan progresif sesuai tuntutan zaman. Banyak aspek dari hal yang besar sampai yang terkecil untuk dipenuhi oleh santri agar menjadi garda yang terdepan dalam memerankan semangat nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era sekarang.
Aspek yang pertama, adalah Peningkatan Sumber Daya Manusia pada diri santri. Pada dasarnya sosok santri itu sebagai tampilan sosok egaliter, terbuka, kosmopolit, dan demokratis.Dengan kata lain, santri dapat tampil dalam Islam modern yang konstruktif dan membawa nilai-nilai keislaman yang ada. Bahasa sederhananya yaitu iptek ( ilmu pengetahuan dan teknologi ) dan imtaq ( iman dan taqwa ) akan membawa perkembangan perubahan yang harmonis dalam kehidupan pada era kontemporer.
Aspek kedua, yakni pengembangan masyarakat secara universal maupun nasional. Dalam kaitannya dengan ini, sebenarnya santri haruslah bisa menjadi agen perubahan (agent of change). Dalam artian santri harus bisa menjadi contoh bagi masyarakat. Sehingga paling tidak santri dapat memberikan pencerahan pada masyarakat yang mengalami degradasi moral akibat narkoba, pergaulan bebas, serta westernisasi tanpa ada filter yang memadai. Seperti contoh santri hidup di lingkungan pesantren, tidak ada ceritanya kalau santri ikut tawuran di jalan.
Hal Ini membuktikan bahwa santri dapat dijadikan sebagai acuan dalam character building sebelum atau sesudah pemerintah memprogamkan pendidikan karakter maupun full day school.
Karakter santri sudah terbentuk sejak dahulu bahkan sebelum Indonesia merdeka. Contohnya, semangat nasionalisme dan jihad ulama dan santri terdahulu dalam perang kemerdekaan di Surabaya, sebuah fatwa Jihad dari para ulama membakar semangat para santri untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan bagi mereka NKRI harga mati.
Santri bukan yang selalu mengaji di pondok pesantren kalian yang tawadhu’ juga dapat disebut santri. Santri harus komitmen pada etika dan perilaku, termasuk komitmen pada nilai-nilai universal, yaitu nilai-nilai kehidupan yang baik maupun buruk diakui oleh seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, ras dan budaya (SARA).
Aspek yang ketiga, santri sebagai agen perdamaian (Agent of Peace ) Mengapa demikian, santri tentunya malu jika tidak dapat menjadi agen perdamaian. Santri itu membawa agama Islam. Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin yang menjungjung tinggi nilai persaudaraan dan penuh kasih sayang. Santri harus peka terhadap isu-isu kemanusiaan.
Tidak hanya peka santri harusnya memberikan uluran tangan berupa bantuan materil maupun non-materil, kemudian santri harus juga bisa menjaga perdamaian, mengharmoniskan kehidupan tanpa memandang SARA. Sesuai etika dan nilai-nilai universal yaitu akhlak Islam yang ada pada Al-quran dan sesuai akhlak Rosulullah SAW.
Ketika aspek-aspek di atas terpenuhi dan dapat dimaksimalkan oleh para santri jika benar benar ingin tampil dan dapat mewujudkan semangat nasionalisme santri di era kontemporer. Agar sejarah dapat membaca peran santri tidak hanya sebuah omong kosong yang selama ini tertutupi dengan keadaaan. Santri mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi, nasionalisme yang membuat perubahan bagi kemajuan bangsa dan bernegara yang mayoritas beragama islam.
Leave a Reply