AKHLAK SANTRI
Di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).
Sabda Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa akhlak yang baik atau akhklakul karimah menjadi pondasi penting orang-orang beragama. Berbeda dengan sekolah biasa, pesantren memiliki keistimewaan yang sangat dipahami masyarakat yaitu mengedepankan akhlakul karimah (akhlak yang terpuji). Siswa-siswi pesantren yang sering disebut dengan santri, mendapatkan pembiasaan yang ketat tentang akhlak. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, mereka diberikan contoh dan mempraktekkan akhlakul karimah. Santri dalam pengertian sempit adalah orang yang belajar di pesantren. Santri dalam pengertian luas adalah mereka yang akhlaknya baik, cinta tanah air. Mendalam ilmu agamanya, dan melaksanakannya, dan dia juga cinta tanah air. Memiliki jiwa nasionalisme. Jadi, tanpa dua itu, bukan santri. Santri harus mendalam dalam agama. Kedua, cinta tanah air. Akhlak mulia, menyayangi yang muda menghormati yang tua, tidak sembarangan bicara, sikapnya tidak merugikan siapa pun, dia bermanfaat untuk keluarganya, bermanfaat untuk orang banyak, menebarkan kebaikan itu santri, sudah menjadi kebiasaan adat istiadat di dunia pesantren yang sudah maklum.
Membahas persoalan akhlak, globalisasi menimbulkan perubahan sosial yang begitu cepat salah satunya berdampak pada penurunan akhlak santri. Meskipun demikian, kepribadian santri
tidak perlu fundamentalis yang akhirnya malah beraliran mainstream, akan tetapi ia tetap harus bersandar pada pemikiran para ulama salaf. Dalam artian tetap melanjutkan tradisi ulama terdahulu yang bernilai baik. Utamanya yang sejalan atau masih relevan dengan kondisi kehidupan sekarang. Sekiranya dianggap kurang cocok dengan peradaban zaman, maka tentunya kita tidak boleh menutup mata pada hal baru yang lebih baik. Santri harus bijak dalam menyikapi perkembangan zaman. Santri tetap istiqomah berpegangan pada kaidah “Almuhafazhatu ‘ala qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah” (menjaga budaya lama yang masih relevan sembari menyesuaikan dengan budaya modern yang lebih baik).
Santri dianggap alim saat ia memiliki keilmuan yang memadai dan berbudi pekerti baik. Santri dianggap hilm saat ia bisa memposisikan diri dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Atribut kesantriannya tetap dibawa walau sudah tidak lagi menjadi santri aktif. Sarungan yang menjadi identitas kaum pesantren tidak mudah digantikan dengan yang lain. Kopiah tetap menjadi mahkota utama walau label santri alumni sudah tersemat padanya. Keilmuan yang dimiliki tidak menjadikannya buas dalam beragama, dalam artian gampang menyalahkan orang lain dan mendaku paling benar. Berakhlak bukan hanya saat mondok. Bertata krama tidak hanya semasa menjadi santri. Bersopan santun tidak memiliki batas waktu dan tempat. Akhlakul karimah tetap harus menghiasi kepribadian santri dimanapun ia berada. Di mana saja.
Dengan populernya istilah generasi milenial, yang artinya memasukkan di dalamnya santri, tidak jadi alasan untuk meninggalkan tradisi ulama yang luhur seperti akhlak. Namun, itu justru menjadi motivasi untuk tetap istiqomah merawatnya. Status santri berpendidikan tinggi bukan menjadi pendorong untuk bersifat amoral, bahkan binal. Lebih-lebih santri nusantara yang sangat menghargai adanya local wisdom (kearifan lokal).
Di Pesantren Khairunnas Santri akan belajar dengan kegiatan kegiatan yang interaktif yang membantu Ananda untuk berfikir kreatif dan inovatif. Pesantren Khairunnas adalah Yayasan pendidikan yang didirikan oleh Lembaga Amil Zakat Nasional terpercaya Nurul Hayat. SD Unggulan Surabaya, SMP Unggulan Malang Tuban Madiun, SMA Unggulan Surabaya
Leave a Reply