Belajar Pengorbanan dari Sarah Dan Hajar
Bagaimana rasanya berkorban? Bukan berkorban kambing Saad idhul adha saja, melainkan berkorban perasaan, kehidupan terlebih apa yang paling dicintai? Pernah melakukannya?
Rasanya sulit sekali jika harus merasakan posisi Bunda Sarah dan Bunda Hajar dengan segala Pengorbanannya. Sebagai seorang istri nabi tentu mereka memiliki derajat tersendiri di sisi Allah. Bunda Sarah yang memiliki kecantikan yang menawan, juga memiliki inner beauty yang tidak kalah menawan, yaitu tentang sebuah kesabaran yang telah diteladankan untuk kita. Sebuah kesabaran yang tidak hanya satu bulan, Dua bulan, melainkan berpuluh-puluh tahun lamanya untuk memiliki seorang keturunan. Kesabaran yang tidak hanya sekedar pasrah, melainkan ikhtiar dan doa yang tiada henti dilakukan. Bersama Nabi Ibrahim, yang entah sudah berapa ratus kali beliau berdoa. Tidak terbersit sedikitpun untuk menyerah dari rahmat Allah. Rasanya malu ketika memandang diri sendiri. Dikala nikmat dicabut sepersekian persen sudah mengeluh, atau ketika diberi sepersekian cobaan yang tidak ada setitikpun cobaan itu melampaui cobaan Bunda Sarah, diri ini sudah menyerah.
Doa setiap sepertiga malam tidak pernah terlewatkan oleh Bunda Sarah agar memiliki seorang keturunan yang dapat meneruskan dakwah sang Nabi. Hingga uban mulai bertumbuh, pertanda usia tidak lagi muda. Pertanda usia tidak memungkinkan lagi memiliki keturunan. Namun apakah beliau berhenti berdoa? Tidak. Sama sekali tidak. Demi seorang keturunan yang dapat melanjutkan dakwah agama Allah. Apakah Anda tahu apa yang dikorbankan bunda Sarah? Perasaan, sisa kehidupan, dan orang yang paling dicintainya. Beliau mengorbankan Nabi Ibrahim agar menikah dengan Hajar. Seorang yang dihadiahkan untuknya dari seorang raja. Apakah itu mudah? Tentu saja tidak, namun cinta Bunda Sarah pada agamanya mengalahkan segala perasaan dalam hatinya. Rasa cinta pada agamanya yang menjadi kekuatan beliau berkorban apa yang paling beliau cintai, Nabi Ibrahim.
Lalu bagaimana dengan Bunda Hajar? Allah mengaruniai Bunda Hajar Dan Nabi Ibrahim seorang putra bernama Ismail. Belum genap usia Ismail satu tahun, perintah untuk membawa Bunda Hajar hijrah pun turun. Ketika itu Nabi Ibrahim menaiki seekor unta, begitupun Bunda Hajar sambil menggendong Ismail. Berbekal makanan secukupnya mereka berangkat. Selama Perjalanan hanya suara angin Dan tangisan Ismail ketika lapar dan kehausan yang terdengar. Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar diam sepanjang perjalanan. Bagaimana jika itu terjadi pada Kita? Tanpa kejelasan tujuan, suami yang diam tanpa penjelasan, Ismail yang masih dalam buaian, tentu sudah menjadi cukup alasan agar Kita bertanya. Kemana Kita akan pergi? Namun tidak dengan Bunda Hajar, dia percaya pada Nabi Ibrahim, kepercayaannya membuatnya diam dan menunggu Sang Nabi menjelaskan segalanya.
Perjalanan ini bukanlah perjalanan antara Surabaya dan Malang, tidak hanya hitungan jam, melainkan berbulan-bulan mereka di jalan. Bayangkan berbulan-bulan dalam diam. Sungguh kesabaran yang luar biasa, pengorbanan dan ketaatan yang tidak bisa diragukan. Hingga ketika mereka sampai di sebuah Padang pasir gersang mereka diterpa angin yang menerbangkan pasir kemana-mana. Hingga angin itu berhenti. Bekal Bunda Hajar pun diturunkan, Nabi Ibrahim pun berbalik badan bersiap kembali pulang. Tanpa sebuah penjelasan. Hingga Bunda Hajarpun bertanya untuk pertama dan terakhir setelah berbulan-bulan Perjalanan dan sebelum perpisahan yang panjang, “Apakah ini perintah Allah?”, Tanpa berbalik Nabi Ibrahim menjawab, “Iya ini perintah Allah”. Bukan karena Nabi Ibrahim tidak peduli beliau tidak berbalik, melainkan demi sebuah keikhlasan dan ketaatan pada perintah Allahlah. Seperti sebuah wadah dan tutupnya, Bunda Hajar mengerti dan memahami apa yang dilakukan Nabi Ibrahim, dan satu kalimat yang dilontarkan Sang Nabi sudah cukup untuk memenuhi hatinya dengan ketenangan dan harapan, krena Bunda Hajar yakin, jika Allah yang memerintahkan, tidak mungkin Allah tidak menolongnya. Bisakah kita seperti Bunda Hajar? Bagaimana rasa hormatnya terhadap Sang Nabi?
Begitulah pengorbanan Bunda Hajar dan Nabi Ibrahim. Bunda Hajar dengan segala kekuatan bertahan dengan Ismail di tengah Padang pasir gersang. Nabi Ibrahim dengan kesabarannya berpisah dengan istri yang dicintai dan anak yang selama ini ditunggu-tinggunya selama bertahun-tahun, belum genap setahun bersama harus berpisah. Namun tanpa pengorbanan mereka mungkin tidak akan Ada Mekah dan Kakbah yang Kita rindukan.
Semoga kisah ini memberi kita semangat untuk senantiasa berharap, berdoa pada Allah ta’ala. Semoga memotivasi Kita para pemimpi, “Apa yang sudah Kita korbankan untuk mimpi-mimpi Kita sehingga Kita layak menikmatinya di dunia nyata?”
Di Pesantren Khairunnas Santri akan belajar dengan kegiatan kegiatan yang interaktif yang membantu Ananda untuk berfikir kreatif dan inovatif. Pesantren Khairunnas adalah Yayasan pendidikan yang didirikan oleh Lembaga Amil Zakat Nasional terpercaya Nurul Hayat. SD Unggulan Surabaya, SMP Unggulan Malang Tuban Madiun, SMA Unggulan Surabaya
Leave a Reply