Menghadapi Murid/Santri yang Nakal
Menghadapi Murid/Santri yang Nakal – Murid/santri “nakal” pasti selalu ada di setiap sekolah/madrasah. Mereka adalah bagian dari pendidikan, yang menjadi tugas guru untuk siap menanganinya. Menurut para ahli pendidikan, setiap anak pasti memiliki karakter khas yang memerlukan cara khusus membimbing dan mendidiknya. Maka, inovasi dalam mendidik, khususnya anak murid yang dianggap “nakal” harus diperhatikan, agar misi pendidikan dan pengajaran berjalan sesuai tujuan.
Menghadapi Murid/Santri yang Nakal – Permasalahan kenakalan murid tak boleh dibiarkan, harus lekas dicarikan solusi, agar pola penanganannya tak mengendalai sang murid untuk menemukan karakter pribadinya dalam pendidikan.
Menghadapi Murid/Santri yang Nakal – Kenakalan murid, khususnya pelajar remaja, menurut para ahli bisa disebabkan banyak faktor. Antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai. Transisi kultural, kurangnya perhatian orangtua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja, juga memicu timbulnya masalah kenakalan.
Penanganan kenakalan ini perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip, melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan tentunya kebijakan pemerintah.
Virus Menular
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Wjs Poerwadarminta, 772), kenakalan adalah tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma atau aturan yang berlaku di suatu masyarakat. Pada era globalisasi ini tingkat kenakalan siswa semakin meningkat, terjadi baik di perkotaan maupun pedesaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya perbuatan nakal siswa, antara lain kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua, perlakuan yang tidak merata terhadap anak dalam keluarga, serta pengaruh lingkungan masyarakat.
Masalah kenakalan siswa, tak lepas dari masalah kenakalan remaja, terlebih bagi siswa sekolah menengah yang rata-rata berusia 13–21 tahun.
Remaja yang tengah mengalami fase peralihan dari anak menjadi dewasa, dalam segala segi rentan mengalami goncang dan ketidakpastian. Perubahan dan kegoncangan yang terjadi pada siswa remaja, biasanya berupa pertumbuhan jasmani serta perubahan fungsi tubuh yang kerap menggangu emosi atau perasaan mereka.
Kenakalan dalam batas tertentu dapat berakibat negatif, terutama bagi pelakunya atau orang lain. Pada diri pelaku, kenakalan antara lain akan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku yang baik menjadi buruk, hingga menurunkan prestasi belajar. Akibat yang lebih fatal akan terjadi jika siswa nakal “berhasil” mempengaruhi siswa lain, hingga jumlah siswa nakal bertambah.
Pakar psikologi Kartini Kartono dalam beberapa karyanya menyebutkan, kenakalan pelajar dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua, atau pengaruh lingkungan yang kurang memperhatikan pendidikan, terutama pendidikan agama.
Dalam banyak kasus, kenakalan anak di sekolah bisa menghambat proses belajar mengajar di sekolah itu sendiri. Anak-anak yang memasuki sekolah, tak semuanya berwatak baik. Karena mereka datang dari beragam latar budaya, bahkan ada yang berasal dari kalangan keluarga yang kurang memperhatikan kepentingan anak dalam belajar.
Mereka inilah kerap mempengaruh kondisi teman lainnya. Dan dalam kondisi tertentu, sekolah juga kadang menjadi tempat lahirnya konflik psikologis yang memudahkan anak menjadi nakal.
Proses pendidikan di sekolah tak tertutup kemungkinan membuat anak menjadi nakal. Kondisi pendidik/guru yang kurang rajin memperhatikan anak didik, atau sering tak melaksanakan tugas dan membuat anak didik terlantar, perlakuan guru yang tidak adil, hingga hukuman atau sanksi yang kurang menunjang tercapainya tujuan pendidikan, sangat mempengaruhi terbentuknya sifat nakal siswa.
Proses belajar yang kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak/siswa, kerap memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap peserta didik di sekolah, sehingga dapat menimbulkan kenakalan.
Karena, dalam proses belajar mengajar, siswa menghadapi banyak masalah yang sangat kompleks hingga mendorong mereka melakukan kenakalan. Beberapa kasus kenakalan yang umum dilakukan siswa antara lain kebiasaan merokok, membolos, memalsu tanda tangan orangtua, melanggar tata tertib sekolah, hingga menyelewengkan uang SPP.
Tidak dengan Kekerasan
Usaha menanggulangi kenakalan siswa tak dapat dilakukan secara perorangan, tapi harus melibatkan berbagai pihak secara komprehensif. Meliputi ahli psikologi, agama, pendidikan dan sebagainya. Dan tak dapat pula hanya dilakukan melalui pidato-pidato atau ceramah-ceramah, tapi lebih kongkrit pada perbuatan nyata dan keteladanan.
Pendidikan moral dan pendekatan persuasif, sangat mumpuni mengurangi tingkat kenakalan siswa. Dalam beberapa kasus, hukuman yang mendidik dapat diterapkan untuk memotivasi siswa yang nakal menjadi baik. Seperti hukuman membuat tugas penulisan makalah, hingga hukuman “fisik” dengan mewajibkan siswa bersangkutan mengikuti kegiatan ekstrakuliker tertentu.
“Sudah tidak zamannya mendidik siswa dengan kekerasan, di karenakan pendidikan di pondok pesantren sangat kondusif untuk meredam kenakalan siswa.
Mengatasi Murid Nakal
Dari wawancara dengan para praktisi pendidikan, Qalam mendapati beberapa langkah atau cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi “murid nakal”. Pertama, mengenali dan memahami karakter anak didik dengan baik, hingga guru/pendidik bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan anak didik. Sebab, murid yang nakal sekalipun, pasti memiliki kelebihan atau kecerdasan, yang butuh dibimbing kepada hal positif hingga melahirkan prestasi.
Murid yang nakal, pada dasarnya sangat membutuhkan motivasi atau pengarahan, bukan melulu larangan dan omelan. Dan guru hendaknya menghindari kebiasaan melarang atau menekan murid dengan larangan yang tak memberi solusi.
Kedua, melakukan pendekatan persuasif. Menurut para ahli pendidikan, sejatinya tak ada murid yang bodoh, yang ada justru guru yang kurang kreatif dalam mendidik muridnya. Cara efektif dan mudah agar guru dapat kreatif dalam mendidik adalah dengan pendekatan persuasif, terutama bagi anak “nakal”.
Dari pendekatan itu, guru bisa mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang diri anak didik, baik emosi, psikologis maupun fisik. Hingga kemudian guru dapat mendidiknya sesuai kondisi anak yang bersangkutan.
Ketiga, memberian tugas individu. Tugas ini sangat bermanfaat untuk mengalihkan kebiasaan nakalnya kepada kegiatan produktif dan kreatif.
Diharapkan dengan adanya solusi yang lebih bagus dan kreatif dapat menekan tingkat kenakalan pada santri maupun murid.
Leave a Reply